Monday 23 August 2010

Diari#2: Pohon Doa Kalian

Assalamualaikum.. Wah, pantas sekali masa berlalu. Pejam celik pejam celik sudah bulan Ogos. Alhamdulillah. Kebetulan dalam dua minggu ini saya akan menghadapi peperiksaan. Ah, satu perkara yang agak sukar tetapi bakal dihadapi. Insya Allah semuanya akan berjalan lancar. Entry saya kali ini tidaklah panjang mana cuma saya pohon doa daripada kalian! Mudah-mudahan saya mampu menghadapi ujian ini dengan berjaya dan keputusannya juga terbaik. Hehe. Insya Allah nanti lepas exam saya akan aktif menulis kembali! Oh ya, sekadar pemberitahuan, emel baru saya nurina24@ymail.com.

Friday 20 August 2010

Motivasi: Antara Suka, Sayang dan Cinta

Saya telah menjalankan sedikit kajian dan mungkin sampai berani untuk membuat entry ini. Antara suka, sayang dan cinta. Ini penting untuk pengetahuan am setiap individu. Apa bezanya ketiga-tiga perkataan ini?
Saat kau MENYUKAI seseorang, kau ingin memilikinya untuk keegoisanmu sendiri.

Saat kau MENYAYANGI seseorang, kau ingin sekali membuatnya bahagia dan bukan untuk dirimu sendiri.

Saat kau MENCINTAI seseorang, kau akan melakukan apapun untuk kebahagiaannya walaupun kau harus mengorbankan jiwamu.

Saat kau MENYUKAI seseorang dan berada di sisinya maka kau akan bertanya,"Bolehkah aku menciummu?"

Saat kau MENYAYANGI seseorang dan berada di sisinya maka kau akan bertanya,"Bolehkah aku memelukmu?"

Saat kau MENCINTAI seseorang dan berada di sisinya maka kau akan menggenggam erat tangannya...

SUKA adalah saat ia menangis, kau akan berkata "Sudahlah, jangan menangis."

SAYANG adalah saat ia menangis dan kau akan menangis bersamanya.

CINTA adalah saat ia menangis dan kau akan membiarkannya menangis di pundakmu sambil berkata, "Mari kita selesaikan masalah ini bersama-sama."

SUKA adalah saat kau melihatnya kau akan berkata, "Ia sangat cantik dan menawan."

SAYANG adalah saat kau melihatnya kau akan melihatnya dari hatimu dan bukan matamu.

CINTA adalah saat kau melihatnya kau akan berkata, "Buatku dia adalah anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan padaku.."

Pada saat orang yang kau SUKAi menyakitimu, maka kau akan marah dan tak mau lagi bicara padanya.

Pada saat orang yang kau SAYANGi menyakitimu, engkau akan menangis untuknya.

Pada saat orang yang kau CINTAi menyakitimu, kau akan berkata, "Tak apa dia hanya tak tau apa yang dia lakukan."

Pada saat kau SUKA padanya, kau akan MEMAKSANYA untuk menyukaimu.

Pada saat kau SAYANG padanya, kau akan MEMBIARKANNYA MEMILIH.

Pada saat kau CINTA padanya, kau akan selalu MENANTINYA dengan setia dan tulus...

SUKA adalah kau akan menemaninya bila itu menguntungkan.

SAYANG adalah kau akan menemaninya di saat dia membutuhkan.

CINTA adalah kau akan menemaninya di saat bagaimana keadaanmu.

SUKA adalah hal yang menuntut. SAYANG adalah hal memberi dan menerima. CINTA adalah hal yang memberi dengan rela. Maaf sekiranya informasi dan motivasi yang saya sampaikan ini salah. Saya hanya manusia biasa.

Remaja: Doa Seorang Remaja

Daripada Abu Hurairah r.a. bahawasannya Rasulullah SAW bersabda: "Bersegeralah kamu beramal sebelum menemui fitnah (ujian berat terhadap iman) seumpama malam yang sangat gelap. Seseorang yang masih beriman di waktu pagi kemudian di waktu petang dia sudah menjadi kafir atau (Syak Perawi Hadis) Seseorang yang masih menjadi kafir. Ia telah menjual agamanya dengan sedikit dari mata benda dunia," H.R. Muslim.
Saya tertanya-tanya. Apakah amalan saya sudah cukup? Belum. Hadis di atas menerangkan kepada kita betapa dasyat dan hebatnya ujian terhadap sesorang di akhir zaman. Seseorang yang beriman di waktu pagi, tiba-tiba dia menjadi kafir di waktu petang. Begitu pula dengan seseorang yang masih beriman di waktu petang, tiba-tiba esok paginya telah menjadi kafir.
Begitu pantas dan cepat perubahan yang berlaku. Apakah muslimin dan muslimat, terutamanya remaja, bisa menghadapi cabaran iman? Iman yang begitu mahal boleh gugur di dalam godaan satu malam atau satu hari sahaja, sehingga ramai yang menggadaikan imannya kerana kelazatan duniawi. Dunia lebih dicintai di sisi mereka daripada iman.
Saya terkedu. Seandainya cabaran itu datang melanda, apakah saya bisa menghadapinya? Insya Allah boleh. Tetapi para remaja di luar sana, sahabat-sahabat saya, muslimin dan muslimat seantero dunia, adakah kita mampu? Insya Allah.

Dugaan dasyat menggoncang iman
Hampir terseret benteng pertahanan
Setiap saat setiap detik
Jantung berdegup nadi berdenyut

Usah digadai lambang kekuatan
Meskipun mahal tidak ternilai
Peganglah dakaplah
Untuk bekalan di akhirat kelak

Wahai remaja di luar sana
Ayuhlah, bangkitlah
Agar kita sama-sama memimpin tangan
Masuk ke pintu gerbang syurga

Thursday 19 August 2010

Diari#1: Izinkan Aku Menjadi Daie!

Kita hidup di atas muka bumi Allah SWT itu sebagai khalifah. Khalifah yang membimbing. Apakah mampu untuk manusia itu memikul amanah-Nya? Jawapannya, ya! Tetapi bagi yang kurang keimanan dan ketakwaan mengatakan agak sukar. Saya tidaklah mengatakan bahawa saya ini sangat sempurna. Bahkan jauh sekali, maka diari ini ingin saya kongsi bersama pembaca dan followers yang berpenat lelah meng-klik halaman saya ini.
Sebenarnya hati saya sedang meronta, sakit. Semuanya minta dilepaskan, apa? Ilmu. Mengapa? Akal dan hati bersubahat untuk menyuruh saya mengajarkan ilmu. Apa kata ilmu? Ilmu berkata supaya saya berdakwah.

Saya merenung. Dakwah dan Daie. Apa itu dakwah dan apa itu daie? Dakwah kepada Allah adalah dalam konteks menyeru kepada makruf dan mencegah daripada kemungkaran merupakan satu tugas yang sangat penting dan merupakan asas kepada kebangkitan para nabi.
Daie pula bererti orang yang menyampaikan dakwah. Setelah membuat dan berusaha mencari banyak sumber rujukan, akhirnya saya temui sesuatu yang mampu membuatkan hati saya bergetar, kadangkala bersemangat. Saya temui jawapannya. Apa yang saya cari selama ini. Saya sudah lama menanam cita-cita di sanubari ini untuk menjadi daie. Tetapi saya masih perlu banyak muhasabah lagi. Terasa diri ini begitu hina sekali. Banyak sekali melakukan kesalahan terutamanya pada ibu bapa dan teman-teman.

Apakah mereka bisa memaafkan saya? Saya tahu saya sangat tidak sempurna. Namun saya usaha untuk jadi yang terbaik. Diari ini dicoret bersama beberapa syarat yang mesti ada pada daie iaitu:


1. Amalannya itu hendaklah berpaksi kepada keredhaan Allah, ikhlas serta tidaklah mengharapkan ganjaran daripada-Nya. (ikhlaskah aku?)
2. Daie menjadi teladan dalam melakukan amal yang soleh. (mampukah amalanku mengubah yang lain?)
3. Mengemukakan dalil dan bukti yang kuat. (adakah aku menghayati kalam Allah itu dan menghafaz hadis Nabi?)
4. Mengetahui ilmu-ilmu semasa selaras dengan perkembangan dalam masyarakat. (hehe, insya Allah dengan menjadi follower blog daie yg lain aku bisa mengetahuinya. atau adakah aku masih kuno?)
5. Lemah lembut tetapi tegas dalam mengutarakan dakwah. (kadangkala bila teman-teman merajuk saya biarkan. tegaskah aku?)
6. Jangan sesekali pendakwah lari dari tujuan asalnya kepada tujuan yang lain. (adakah tetap matlamat aku? atau suatu hari nanti bisa berubah?)
7. Sabar dan cekal dalam menghadapi penderitaan. (cekalkah aku?)

Sengaja saya menulis persoalan diari saya ini. Untuk muhasabah diri agar menjadi yang lebih baik. Harap teman-teman membantu. Harap Allah benarkan. Amin.


Oh Allah,
Kala malam aku menatap bulan
Kala siang aku merenung matahari bersyair
Aku sentiasa terfikir
Kebesaran-Mu

Oh Allah,
Izinkanlah hamba-Mu yang hina ini
Mengubah diri
Agar bisa mengubah yang lain
Tanpa perasaan benci

Oh Allah,
Setelah terbitnya fajar esok
Dan yang seterusnya
Izinkanlah aku
Menjadi seorang yang bergelar daie

Wednesday 18 August 2010

Qalbu Muslimah




















Alhamdulillah ada juga insan yang sudi untuk buat design puisi yang tidak seberapa ini.
Untuk gambar yang lebih jelas, link:

1) http://wajahalam89.blogspot.com/2010/08/qalbu-muslimah.html
2) http://www.facebook.com/photo.php?pid=31036635&id=1023175764

Syukran pada Akh Syihabuddin Ahmad atas penat lelah beliau membuat design ini!

Monday 16 August 2010

Islam: Tudung Labuh Hipokrit?

Salam ukhuwah buat semua pembaca blog ini. Persis tajuk di atas, kali ini saya hendak merungkai sedikit pendapat segelintir manusia tentang tudung labuh. Apa bezanya tudung labuh dan tudung pendek? Mengapa pemakai tudung labuh dianggap hipokrit?

"Pura-pura alimlah!"
"Jangan jadi hipokrit! Tudung labuh konon."
"Macamlah baik sangat pemakai tudung labuh ni!"
"Tudung labuh atau tudung pendek sama sahaja, jangan jadi hipokrit nak tutup kesalahan."
"Yang tidak bertudung lebih bagus dari yang bertudung. Jadi diri sendiri."

Begitulah sikap segelintir manusia yang menilai orang dari luaran. Katanya hipokrit, pura-pura alim. Tetapi apa tujuannya mereka mengatakannya begitu? Saya bingung. Pakai tudung itu biarlah menutupi dada, hendak labuh juga tidak mengapa. Di sini, saya menyertakan satu firman Allah SWT sebagai dalil naqli.

"Hendaklah mereka (perempuan) melabuhkan kain tudung hingga menutupi dada-dada mereka. "(An-Nur : 31)

Ayat yang begitu ringkas tetapi maksudnya sangat mendalam. Ini perintah Allah. Penguasa Sekalian Alam. Apakah wajar perintah-Nya dilanggar?

Nah, saya cuma ingin jelaskan di sini bahawa janganlah yang bertudung labuh itu dianggap hipokrit. Sebenarnya bertudung labuh juga ada manfaatnya. Pemakai tudung labuh akan berasa sedikit malu untuk melakukan maksiat. Mengapa? Sudah jelas kan? Tudung labuh itu menunjukkan suatu identiti yang mulia. Maka seandainya pemakainya sedikit terpesong, secara automatik dia akan berasa malu untuk meneruskannya.

Memang, bukan semua yang bertudung labuh itu baik. Namun bukan semuanya jahat. Jelas bukan? Konklusinya, don't judge a book by it's cover. (Maaf ya bahasa rojak sedikit hari ini. Biar jelas sedikit keterangannya.)

Remaja: Bangkitlah Dari Ketandusan!

Remaja.. mungkin sekali perkataan itu hanya sekadar perkataan yang biasa-biasa sahaja. Tetapi pada pendapat saya, remaja mempunyai definisi yang luar biasa. Mungkin ada yang berpendapat remaja itu bebas. Namun saya rasakan remaja itu lemas. Mungkin ada yang berpendapat remaja itu muda. Namun saya rasakan remaja itu hanya jeda. Mengapa saya rasakan begitu?
Artikel kali ini mungkin hanya mengupas sedikit sahaja tentang pemikiran segelintir remaja hari ini. Bukan semua, ya? Artikel ini cuma pada pendapat saya, namun anda bisa menegur saya seandainya saya salah. Manusia memang tidak pernah terlepas dari kesalahan.
Remaja itu lemas. Hanyut dengan era kebebasan. Masing-masing egois, tidak terkecuali saya. Ada yang fikirkan mereka itu bebas, hakikatnya mereka lemas. Hanyut. Ada yang terkapai-kapai meminta pertolongan. Ingin sekali saya bantu,namun apakan daya, saya hanya mampu berteleku dari kejauhan. Tatkala susah baru menyedari kalau mereka itu sebenarnya lemas, lemas dalam kelazatan duniawi. Sibuk memuja dunia, lupa akan akhirat. Apakah dunia itu bisa dibawa ke alam barzakh kelak? Jawapannya, tidak.
Mengapa pula saya katakan remaja itu hanya jeda. Zaman remaja itu hanya perhentian yang sebentar. Tempat istirehat. Antara zaman kanak-kanak dan zaman tua kelak. Apa yang sering kita lakukan di zaman istirehat? Berfoya-foya? Alpa? Soalan itu juga saya ajukan pada diri sendiri kerana saya sedar status diri sendiri di muka bumi ini. Nasihat saya, di usia remaja itu rebutlah! Genggamlah! Janganlah anda biarkan sahaja remaja terlepas dari genggaman anda tanpa meninggalkan apa-apa. Janganlah anda tandus di sini. Bangkitlah!
Pelajaran. Mungkin itu yang perlu kita fokuskan. Kerana pelajaran itu yang akan membimbing kita kelak menyurusi liku-liku dan denai kehidupan nanti. Meskipun anda tandus dan jatuh berkali-kali, jangan putus asa. Bangkitlah kerana putus asa bukan perhentian segala-galanya. Mudah-mudahan artikel ini serba sedikit bisa membantu teman-teman serta saudara-saudaraku. Amin.

Sunday 15 August 2010

Tips: Penenangan Qalbu

Sifat amarah itu seringkali menguasai diri kita. Ya, semua manusia tidak sempurna. Ada yang sensitif terhadap bicara dan ada yang suka bercanda. Masing-masing mengikut perasaan. Masing-masing menganggap diri mereka benar. Apakah mungkin sifat amarah itu akan menguasai kalbu kita selama-lamanya?
Jawapannya, bergantung pada kalbu itu sendiri. Saya cuma ingin berkongsi dengan anda cara-cara saya menenangkan diri tatkala menghadapi amarah atau sebagainya. Bukannya saya mengatakan bahawa saya itu terlalu penyabar, tidak. Sekadar sebuah perkongsian.
1. Jangan bertindak dengan melulu. Serangan itu tidak boleh dibalas dengan serangan. Sabar dahulu.
2. Sekiranya kalbu itu masih lagi sakit, tenangkan sahaja diri anda. Berzikir. Ingat Tuhan.
3. Saya mengamalkan konsep berdasarkan pepatah hidup saya, "Hidup itu umpama novel. Anda sebagai watak utama haruslah menggerakkan plotnya dan menyelesaikan konflik." Ini bererti bahawa sebarang tindakan kita anggap sahaja bahawa akan dibukukan. Misalnya kita watak utama novel, haruslah positif bukan? Mana mungkin kita mahu pembaca melihat kita sebagai seorang yang pemarah. Sebenarnya pembaca dan yang melihat kita itu ialah Allah SWT.
4. Memohon supaya diri dihindarkan syaitan. Syaitan akan melonjak gembira seandainya dua insan itu berbalah kerana syaitan ada di tengah.
5. Ketahuilah sekiranya kita memarahi sesiapa bukannya ada keuntungan. Bahkan cuma menambah dosa.
6. Sekiranya cara itu masih belum berhasil, senyum. Senyum mampu membuatkan orang yang sedang memarahi kita juga tersenyum. Kurang kemarahannya. Saya sering melakukan tips yang ini.
Sekian sahaja tips pendek serta perkongsian saya kali ini.

Saturday 14 August 2010

Islam: Hijab Muslimah

Saya mengarang artikel ini atas permintaan seorang sahabat. Artikel tentang hijab. Saya kadang-kadang sampai mengerutkan dahi. Bingung. Masih ada yang kurang peka tentang isu sebegini. Hijab itu bererti tabir, tirai atau dinding dan digunakan juga dengan erti kata perselindungan wanita di dalam Islam daripada pandangan lelaki ajnabi iaitu lelaki asing. Lelaki yang bukan mahram kita. Itu hijab.

Rasulullah SAW telah menerangkan bahawa wanita ialah aurat yang mesti diselindungkan. Muslimah memainkan peranan yang tidak kurang pentingnya daripada muslim, tetapi lebih banyak di dalam perselindungan. Biar saya berikan satu ayat yang mungkin boleh diguna pakai.

"Muslimah perlu menjadi khazanah yang tersorok yang mesti dicari oleh muslim yang sesuai dan padan."

Saya juga kurang yakin dari mana dapatnya ayat ini. Mungkin dari hasil bacaan atau rujukan. Tetapi yang jelas, ini pegangan hidup saya walaupun saya kadangkala tidaklah berapa berselindung. Wanita-wanita yang beriman itu wajib memelihara hijab mereka, seperti yang dinyatakan dalam surah al-Ahzab ayat ke-59.

"Wahai Nabi! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuan mereka dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya (sejenis baju yang dapat menutup kepala, muka dan dada) ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal kerana itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Maksud 'tidak dikenali' hanya akan dapat dicapai dengan memakai pakaian yang dipanggil jilbab atau lebih tepat tudung. Sesetengah ulama seperti Ibn Abbas, Mujahid, Ata Ibn Umar, Anas, ad-Dahhak dan lain-lain, mengatakan bahawa hijab muslimah yang dikecualikan itu ialah muka dan dua tapak tangan, termasuk cincin, inai, celak dan seumpamanya yang dibuat perhiasan.

Pakaian wanita itu perlu memenuhi sifat-sifat yang berikut :
1. Menutup seluruh badan selain yang sudah dikecualikan, yakni wajah dan kedua telapak tangan.
2. Tidak ketat sehingga masih menampakkan bentuk tubuh yang ditutupinya.
3. Tidak tipis yang melihatkan warna kulit.
4. Tidak menyerupai pakaian lelaki.
5. Tidak berwarna menjolok sampai menarik perhatian orang.
6. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir.
7. Dipakai bukan dengan maksud mempamerkannya.

Pada pendapat saya, muslimah hari ini menanggal dan meninggalkan tudung masing-masing atas dasar yang dipanggil kemodenisasian. Sekali lagi ideologi barat berhasil mempengaruhi pemikiran muslimah. Saya khuatir akan saudari seislam saya. Sudah tentu saya memerangi pemikiran seperti ini tetapi saya hanya manusia biasa yang tidak mampu menggerakkan hati manusia. Hanya Allah SWT yang mampu menggerakkan serta mengurniakan hidayah untuk kita.

Saya juga ingin menyelitkan sedikit tentang perintah MENJAGA PENGLIHATAN. Hal ini ditujukan kepada semua orang leleki dan wanita bahkan diri saya sendiri. Rasulullah SAW telah bersabda bahawa mata juga berzina di mana zina mata adalah termasuk melihat wanita yang bukan mahram dengan keghairahan. Ada tiga jenis mata yang tidak akan dibakar oleh api neraka iaitu mata yang sentiasa tertutup dari segala larangan Allah, mata yang berjaga kerana mengawal sempadan negara Islam dan mata yang menangis kerana terlalu takutkan Allah.

"Dan janganlah kamu mendekati penzinaan sesungguhnya penzinaan itu suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk." (Al-Israa 32)

Konteks ini terang-terangan menyatakan bahawa mendekati sahaja sudah dilarang lagikan jika dikerjakan. Oleh itu berbalik pada ayat yang saya nyatakan awal tadi, "Muslimah perlu menjadi khazanah yang tersorok yang mesti dicari oleh muslim yang sesuai dan padan." Seorang wanita itu lebih baik mengelakkan diri daripada mendapat perhatian ramai. Seorang wanita itu wajib menjaga hijabnya.

Akhir sekali, sahabat-sahabat saya yang diredhai Allah sekalian, ingin saya sampaikan pesanan ini sekali lagi sebagai pendorong anda semua. "Muslimah perlu menjadi khazanah yang tersorok yang mesti dicari oleh muslim yang sesuai dan padan."


Friday 13 August 2010

Islam: Novel Cinta vs Novel Islami

Terkadang saya terfikir juga. Kalau di sekolah itu, rata-rata pelajarnya membaca novel cinta sahaja. Apakah pada usia kita yang masih muda ini layak membaca novel yang peringkatnya saya fikir untuk orang dewasa. Bercinta segala.

Saya juga manusia biasa, hamba Allah juga. Sering melakukan kesilapan jadi seandainya apa yang saya tulis ini mengguris perasaan sesiapa lebih-lebih lagi peminat novel cinta saya pohon ampun yang teramat. Segala yang ditulis hanya berdasarkan pendapat seorang remaja yang tersangatlah mentah.

Pada pendapat saya, novel cinta buat REMAJA mahupun KANAK-KANAK sangatlah tidak sesuai. Bahkan novel sebegini juga popular di sekolah rendah. Bukankah novel cinta itu ditujukan untuk orang dewasa? Saya bingung.

Saya pernah juga sekali mencuba membaca sebuah novel cinta, yang mana saya sendiri rasa janggal membacanya. Pegang tangan dan cubit hidung di antara lelaki dan wanita yang sama sekali bukan mahram! Astaghfirullah. Meskipun novel hanyalah fiksyen dan rekaan semata tetapi hal-hal sebegini merupakan satu pengaruh buruk kepada REMAJA. Mungkin jika mereka ingin merasakan nikmat bercinta, membaca novel cinta merupakan langkah utamanya.

Ideologi barat sebenarnya diselitkan ke dalam babak-babak seperti itu. Ideologi barat? Seperti media massa sering paparkan. Berciuman, berpelukan. Mungkin melalui iklan di televisyen yang sering membuatkan penulis terpengaruh lantas elemen-elemen berikut dimasukkan ke dalam karyanya. Namun, BUKAN semua penulis begitu.

Ada yang menulis untuk menunjukkan sesuatu yang lebih positif pada akhir ceritanya. Mesej yang hendak disampaikan pasti besar, sehingga harus mewujudkan 'kecacatan' pada watak utama. Tetapi dalam konteks yang ingin saya nyatakan, remaja itu terlalu khusyuk membaca sehingga ingin tahu apa yang bakal terjadi seterusnya.

Saya berani menulis artikel ini kerana rakan-rakan saya kebanyakannya peminat setia novel cinta. Tetapi saya tidaklah mengatakan bahawa novel cinta itu negatif total!

Jika dibandingkan dengan novel islami pula, novel islami itu lebih banyak penghayatannya. Mesej yang hendak disampaikan juga jelas. Matlamat penulis cuma satu. Membawa pembaca kepada sesuatu yang positif. Tetapi novel cinta?

Cinta merupakan fitrah manusia. Tetapi bercinta bukan merupakan asas kehidupan REMAJA. Maka tidak wajar remaja membaca novel cinta dengan kerap. Islam merupakan pegangan manusia. Islam merupakan kehidupan muslimin dan muslimat.

Cinta sesama insan itu, pada pendapat saya, remaja masih belum masuk ke kategorinya. Bahkan belum mencecah usia yang sesuai. Islam itu, pada pendapat saya, sudah sebati dalam diri masing-masing. Kita tidak pernah meninggalkan islam meskipun sesaat. Ada yang cuma islam atas nama, bukan pada hati.

Saya tidaklah mengatakan saya begitu sempurna. Cuma pada pendapat saya, REMAJA sekarang lebih wajar mengejar keredhaan Illahi. Novel islami itu lebih bagus. Mesej yang disampaikan mampu menggetarkan serta menggoyangkan hati kita. Mampu menyentuh hati kita. Mesej inilah yang mampu membawa dan mendorong perubahan dalam hidup kita. Saya sendiri sahaja banyak terkesan dengan novel islami. Biar saya nyatakan contohnya.

Seperti karya akh Hilal Asyraf. Penulisannya berbeza sekali apatah lagi pemikirannya. Novelnya seperti yang baru saya selesai membaca, iaitu Sinergi mempunyai mesej yang amat mendalam. Keimanan adalah paksi. Jalan ceritanya meskipun halus tetapi sebenarnya sangat menyentuh sesiapa yang membaca. Tentang keakraban Irfan dan Asid. Tentang bagaimana keimanan berjaya mengubah Disaster Five. Tentang keimanan yang diguna pakai dalam kehidupan seharian.

Nah, itu cuma contohnya sahaja. Tetapi kalau novel cinta pula, mesejnya saya tertanya. Apa? Adakah untuk menyeru kita bercinta. Saya juga tidak tahu. Mungkin ada juga ya diselitkan unsur-unsur islami. Mungkin sekadar kepuasan hati. Cinta itu sesuatu yang sangat murni. Islam itu sesuatu yang sangat indah. Jika digabungkan kedua-duanya. Fuh! Dasyat! Novel cinta islami pula bagaimana?

Pada pendapat saya, novel seperti ini hebat. Dan sudah pastilah penulisnya bukan calang-calang orang. Kerana apabila cinta disatukan dengan islam, segalanya akan berlandaskan keredhaan Illahi. Perlumbaan mengejar cinta Illahi merupakan sesuatu yang mencabar. Harus ada kesabaran dalam setiap dugaan. Mungkin novel yang begini lebih sesuai jika remaja nekad juga hendak membaca novel cinta. Di dalamnya penuh pengertian, juga mesej yang bermakna.

Tujuan saya menulis artikel ini bukanlah mahu menyuruh anda, remaja, membenci novel cinta dan membaca novel islami sepanjang masa. Saya tidak mahu saudara seislam saya runtuh dengan pengajaran daripada novel cinta. Tetapi bagi yang berjaya mengawal nafsu, alhamdulillah. Novel islami itu sebenarnya lebih bererti dari novel cinta. Kebanyakan penulis islami itu ialah da'i. Tujuan mereka hendak menyebarkan dakwah, bukannya bercerita tentang agama total. Moga-moga usaha murni SEMUA penulis mendapat ganjaran di sisi Allah SWT. Amin.

Cerpen: Muslimah Sejati


Faiz Kamal bersujud. Tatkala manusia lain sedang asyik bercanda dan mandi di laut, lelaki itu menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Illahi. Tenggelam dalam kekusyukan. Hanya dia dan Tuhan. Faiz Kamal kemudiannya duduk tahiyyat akhir dan mengakhiri solatnya dengan salam. Bibirnya tidak berhenti berzikir. Teringat betapa kerdilnya diri di sisi Illahi. Tangannya ditadah paras bahu. Faiz Kamal berdoa panjang. Mengharap keredhaan pencipta-Nya.

Seorang wanita berpurdah asyik memerhatikan dari sisi. Indahnya pemandangan di pinggir Pantai Bisikan Bayu yang lebih dikenali sebagai Pantai Dalam Rhu itu. Ternyata kepulangannya sempena cuti semester kali ini berbaloi. Tidak dibazirkan begitu sahaja. Pandangannya dialihkan kepada pengunjung pantai yang sedang bermain dengan ria. Masing-masing tenggelam dalam keriangan sendiri. Langsung tidak mengendahkan sesiapa lagi melainkan kegembiraan hati.

“Jauhnya termenung, sudah sampai di mana?” satu suara menyapa dari tepi. Faiz Kamal. Gadis itu menatap wajah abangnya yang sedang berdiri di sisi. Seraut senyuman diukir di balik purdahnya. Faiz Kamal memerhati wajah adiknya itu. Berdasarkan sepasang matanya dia sudah boleh mengagak yang wanita itu sedang tersenyum indah.

“Farah belum tiba lagi di destinasi!” wanita yang bernama Farah Karmila itu menjawab pertanyaan abangnya tadi.

Faiz Kamal menepuk-nepuk sejadah yang sentiasa dibawanya itu. Faiz Kamal merupakan seorang ustaz di Kota Bharu, Kelantan. Sebenarnya lelaki itu berasal dari Kulim tetapi sengaja dia memilih untuk mengajar di kawasan yang kurang diterapkan ilmu agama. Hatinya nekad membawa semangat. Semangat da'i. Semangat jihad. Kali ini sengaja dibawa sekali Farah Karmila menyusuri kehidupan di sekolah tempatnya mengajar. Kebetulan juga Farah Karmila baru pulang dari Syria.

"Abang tidak mahu mandi laut?" soal Farah Karmila memandang wajah abangnya.

"Ah, malas," ringkas sahaja jawapannya. Farah Karmila tersenyum kecil. Namun, sudah pasti Faiz Kamal tidak melihat senyumannya itu. Farah Karmila dan Faiz Kamal perlahan-lahan mengatur langkah pulang ke rumah datuk mereka yang terletak agak dekat dengan pantai tersebut. Perjalanan sekiranya memandu kereta hanya mengambil masa setengah jam.

***********************

"Adik-adik, hari ini ustaz hendak kenalkan dengan ustazah baru ya, Ustazah Farah," ujar Faiz Kamal yang memang mesra dengan anak-anak muridnya. Faiz Kamal tersenyum. Farah Karmila masuk ke dalam kelas yang dihuni sebanyak dua puluh lima pelajar tahun enam itu.

"Fuyoo.." sayup-sayup kedengaran suara pelajar yang kagum dengan penampilan Farah Karmila. Berpurdah. Mereka belum pernah melihat orang berpurdah sebelumnya. Farah Karmila sedang tersenyum melihat keletah para pelajar. Senang. Ketika ini, ada suatu perasaan luarbiasa menyusup ke dalam kalbunya. Tetapi Farah Karmila tidak mampu menjelaskan perasaan itu.

"Ustaz, ini girlfriend ustaz?" soal Arif, pelajar yang memakai cermin mata. Duduk di barisan paling belakang namun suaranya mampu didengari semua. Faiz Kamal memandang Farah Karmila. Farah Karmila membalas pandangannya. Kemudian Faiz Kamal tertawa.

"Bukanlah, ini adik ustaz!" Faiz Kamal menjawab pertanyaan spontan Arif. Arif mengangguk. Hari itu, Faiz Kamal sengaja menyuruh Farah Karmila mengajar di situ. Semalam dia sudah bersusah payah mendapatkan kebenaran guru besar sekolah. Faiz Kamal kemudiannya mengatur langkah keluar dari kelas. Tidak mahu mengganggu Farah Karmila. Ya, Farah Karmila adiknya. Adik yang sangat dicintai. Tanpa disedari ada sepasang mata yang asyik memerhatikan Farah Karmila dan Faiz Kamal dari kejauhan.

***********************

"Selamat tinggal, ustazah!" teriak para pelajar dari dalam kelas. Ketika itu Farah Karmila sudah keluar dari kelas. Dia menoleh belakang dan melambai-lambai ke arah mereka perlahan-lahan. Farah Karmila tersenyum sendiri. Tiba-tiba, buku di pegangannya terlepas. Farah Karmila terjatuh ke bawah. Ada sedikit rasa sakit di bahunya.

"Maaf!" lelaki di hadapannya itu bersuara. Dia mengutip semula buku-buku latihan yang terjatuh akibat terlanggar tadi. Farah Karmila mengangguk sedikit tanda memaafkan. Lelaki itu tidak sengaja.

"Eh, cikgu barukah?" soalnya kehairanan. Lelaki itu memandang wajah Farah Karmila. Indah sekali. Mata yang menawan sesiapa yang melihat. Farah Karmila hanya menunduk. Tidak mungkin dia akan menatap wajah lelaki yang bukan mahramnya. Dia tidak terus menjawab. Malu. Malu itu adalah cabang iman.

"Cikgu sementara," ringkas sahaja Farah Karmila menjawab sambil bangun. Nada suaranya mendatar sahaja. Tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu rendah. Allah SWT telah berfirman supaya kaum wanita jangan berbicara dengan suara yang dimanja-manjakan di hadapan kaum lelaki ajnabi, yakni lelaki asing yang bukan mahramnya. Firman Allah itu ada dinyatakan dalam surah Al-Ahzab, ayat ke-32.

"Dan janganlah kamu tunduk di dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik."

"Oh, saya Hisyam," ujarnya sambil menghulurkan tangan. Tangan itu tidak mungkin disambut Farah Karmila. Bersentuhan antara wanita dan lelaki yang bukan mahram jelas sekali haram. Kemodenisasian itu ternyata sudah banyak mengaburi mata orang-orang yang lain. Mungkin media massa mahupun novel menggalakkan berpengangan tangan tetapi Farah Karmila tekad dengan matlamatnya. Dia tidak akan mengerjakan larangan Illahi. Tidak!

Menyedari Farah Karmila tidak menyahut tangannya, Hisyam perlahan-lahan menurunkan tangannya. Farah Karmila segera beredar dari situ. Tidak mahu lama-lama. Hisyam tersenyum sendirian. Ada satu perkara yang dia inginkan dari wanita itu. Dia yang sedari tadi memerhatikan Farah Karmila berganjak pergi. Farah Karmila segera menuju ke kereta. Dia hendak segera pulang mengerjakan tugasannya. Faiz Kamal masih belum berada di situ. Mungkin dia keluar lambat sedikit. Farah Karmila sudah mengajar tiga kelas hari ini. Hatinya berkocak ria. Namun keresahan datang melanda apabila Hisyam muncul di tempat letak kenderaan. Adakah Hisyam mengekorinya?

"Siapa nama awak?" soal Hisyam dengan nada selamba. Farah Karmila menunduk. Sangat berharap abangnya segera muncul. Dia tersepit dalam kondisi yang agak sukar.

"Farah Karmila," perlahan sahaja dia menjawab. Hatinya tertanya-tanya apa motif lelaki di hadapannya itu. Hisyam mengangguk gaya mengerti.

"Saya ingin tahu beberapa hal sahaja, kemudian saya akan pergi," ujarnya. Farah Karmila semakin khuatir. Perkara apa? Oh, Allah! Bantulah aku. Oh, abang! Segeralah datang. Farah Karmila terimbas kembali peristiwa silamnya. Peristiwa yang membuatnya trauma. Ketika itu dia baru sahaja berumur 14 tahun. Faiz Kamal pula usianya sekitar 20 tahun.

"Abang, cepatlah!" bentak Farah Karmila sendiri. Dia sudah tidak sabar untuk pulang ke rumah dan memulakan bacaan buku Muslimah Sejati yang baru dibelinya tadi. Farah Karmila mundar-mandir di tempat letak kenderaan pusat beli belah itu. Memang dia keluar lebih awal dari abangnya. Faiz Kamal sedang sibuk menguruskan pembayaran di kaunter sebuah kedai kasut.

Tanpa disedari, ada seorang lelaki yang menghampirinya. Badannya tegap. Kulitnya agak hitam seperti ahli tinju. Perlahan-lahan dia menghampiri. Wajah mulus Farah Karmila ditatap. Farah Karmila tidak menyedari yang tangannya ditarik. Dia menoleh. Sangat terkejut. Hatinya berzikir tidak berhenti. Mengharapkan bantuan hanya dari Illahi. Faiz Kamal yang memerhati Farah Karmila sangat terkejut. Kasut di kaunter ditinggalkan. Langkahnya segera menghampiri Farah Karmila dan lelaki asing itu yang semakin menjauh. Pantas.

"Lepaskan dia!" Faiz Kamal bersuara. Lantang sekali. Pedih melihat adiknya ditarik tanpa perasaan. Lelaki itu menolak Farah Karmila kepada rakannya yang satu lagi. Tiba-tiba sahaja ada seorang lelaki datang tadi. Faiz Kamal membuka langkah silatnya. Meskipun dia tahu peluangnya tipis untuk menang, Faiz Kamal tetap mencuba. Lelaki itu menghadiahkannya sebuah tumbukan sisi tetapi berjaya dihalang. Faiz Kamal menendang kepalanya. Dia memegang kepala kesakitan. Sebuah tumbukan padu dilepaskan ke pipi Faiz Kamal tanpa diduga. Sakit sekali. Mulut Faiz Kamal mulai berdarah.

Faiz Kamal melepaskan penumbuk ke perut lelaki itu. Dia terduduk kesakitan sambil memegang perutnya. Faiz Kamal segera menghampiri rakannya yang satu lagi. Kebetulan orang yang lalu-lalang di situ melihat kejadian tersebut. Ada yang menelefon dan ada yang membantu Faiz Kamal. Faiz Kamal menarik Farah Karmila dari pegangan lelaki yang memakai topi itu. Pengunjung pusat beli-belah itu semakin ramai menyaksikan kejadian tersebut. Mereka membantu tumpaskan penjenayah-penjenayah tersebut.

Farah Karmila memeluk Faiz Kamal. Segera dikeluarkan sapu tangan dan mengesat darah yang mengalir dari mulut abangnya itu. Faiz Kamal tersenyum.

"Lain kali, jangan keluar sendirian. Harus ditemani orang, ya? Seeloknya mahram Farah," Faiz Kamal memberi nasihat. Farah Karmila mengangguk. Hatinya masih berdebar-debar. Tahulah dia betapa abangnya inginkan segala yang terbaik untuknya.

"Ustazah, ustazah belum jawab soalan saya," bicara Hisyam sedikit meninggi menyebabkan Farah Karmila terkejut. Ketika itu, Faiz Kamal sudah menghampiri. Farah Karmila tersenyum di balik purdahnya.

"Oh, Cikgu Hisyam, ada apa ya?" soal Faiz Kamal setelah bersalaman dengan lelaki itu.

"Saya tanya soalan kepada adik ustaz, dia belum jawab lagi," ujarnya sambil memandang Farah Karmila. Farah Karmila langsung tidak mendengar soalan yang diutarakan tadi kerana tenggelam dalam masa silam. Faiz Kamal tertawa. Farah Karmila memandang abangnya. Aneh. Orang sedang resah dia malah tertawa.

"Farah, sebenarnya cikgu memang suka bertanya soalan. Terkenal dengan gelaran Cikgu Ingin Tahu. Apabila ada sesuatu yang merunsingkan hatinya, dia akan bertanya sampai menemukan jawapannya," Faiz Kamal menerangkankan. Farah Karmila menghela nafas lega. Barulah dia tahu mengapa guru itu menghampirinya.

"Soalannya apa?" Faiz Kamal bertanya.

"Bagaimana hendak mendidik anak kita supaya menjadi muslimah sejati?" soalnya yang terpegun dengan ketulusan dan perwatakan Farah Karmila. Faiz Kamal memandang adiknya. Kelihatan dia masih ragu-ragu untuk menjawab.

"Didiklah dia dengan sifat pemalu. Malu itu sebahagian dari iman," ujar Faiz Kamal.

"Malu sebahagian dari iman?" soal Cikgu Hisyam aneh. Tidak pernah didengarnya kalimah itu.

"Nah, itulah yang sering orang tidak ketahui. Rasulullah SAW telah memerintahkan para muslimah mahupun para muslim supaya memelihara diri daripada ketidaksopanan kerana dibenci oleh Allah SWT." Faiz Kamal kemudiannya membacakan firman Allah dari surah al-Baqarah ayat 68-69.

"Wahai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan kerana sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu, sesungguhnya syaitan itu hanyalah menyuruh kamu berbuat jahat dan keji dan mengatakan terhadap Allah apa yang kamu tidak ketahui."

Cikgu Hisyam mengangguk. Dia kemudiannya memandang jam di tangan.

"Ah, sudah lambat untuk kelas! Terima kasih atas penerangannya!" ujar lelaki 40-an itu lantas berlalu pergi. Cikgu Hisyam memang kelihatan misteri. Faiz Kamal tersenyum. Farah Karmila memandang abangnya.

"Seandainya kamu diserang keresahan, dilanda kesusahan, diberi rintangan, berdoalah! Aku akan terus datang atas perintah-Nya untuk membantumu, mendidikmu dan sama-sama menempuhi duri itu!" ujar Faiz Kamal. Farah Karmila tersenyum lebar. Kata-kata abangnya itu sudah berkali-kali diucapkan. Kata-kata yang penuh penghayatan. Kata-kata yang menyedarkan bahawa di dunia ini lebih banyak lagi cabaran yang akan datang. Dan Allah itu selalu ada. Cabaran itu harus dihadapi jua. Cabaran untuk menjadi hamba Allah yang beriman, anak yang taat, isteri yang solehah, adik yang mulia dan muslimah yang sejati!

Wednesday 11 August 2010

Islam: Ramadhan Sekadar di Mulut atau di Hati?

Alhamdulillah, Ramadhan sudah muncul. Kehadiranmu dirai pemergianmu amat ditangisi. Bulan Ramadhan bulan yang berkat dan bulan yang utama. Semoga amalan kita diperbanyakkan dan diterima oleh Allah yang Maha Esa. Tuhan tidak akan memberikan kita Ramadhan tanpa sebarang alasan. Muhasabahlah diri masing-masing sepanjang menjalani bulan yang amat mulia ini. Apakah Ramadhan yang dirai ini hanya sekadar di mulut atau di hati? Misalnya kebanyakan umat Islam yang berpuasa cuma mengatakan yang dia akan berpuasa, dia sedang berpuasa dan dia telah berpuasa. Semua itu hanya terukir di bibir empunya diri. Tetapi apakah di hati kita benar-benar menghayati keberkatan berpuasa dan keindahan beribadat? Mungkin ramai yang berpusu-pusu ke masjid untuk solat tarawikh. Apakah solat maghrib di rumah sudah selesai? Ramadhan ialah bulan untuk kita menginsafi diri terhadap kesusahan orang lai. Ramai yang menderita kerana kekurangan bencana alam sedangkan kita masih mampu bersahur yang enak dan berbuka yang enak. Sedangkan mungkin sahaja ada yang berbuka dengan air kosong sahaja. Kesimpulannya, tanyalah hati masing-masing adakah Ramadhan sekadar di mulut atau di hati? Wassalam.

Monday 9 August 2010

Frekuensi Part 7

Pandangan Nurul Fatini dilontar jauh. Izzati hanya memerhatikan sahabatnya itu. Tahu bahawa fikirannya sudah melayang entah ke mana. Ternyata Imzad memang sudah memberikan kesan yang besar dalam hidup Nurul Fatini. Senior itu sudah umpama abangnya sendiri. Izzati menghela nafas kecil.
"Sudah sampai di mana Nurul?" soalnya sengaja mematikan lamunan Nurul Fatini. Nurul Fatini tersentap.
"Allah itu tidak akan memberikan ujian yang tidak boleh ditanggung hamba-Nya," ujarnya lagi. Izzati merapatkan tubuhnya dengan tubuh Nurul Fatini. Sanubarinya tahu apa yang sedang bermain dalam fikiran Nurul Fatini. Mereka sudah sangat serasi hinggakan mampu mengetahui perasaan dan kadangkala fikiran masing-masing.
"Hidup..." kata-kata itu terkeluar dari bibir Nurul Fatini.
"Hidup itu memang penuh dengan ranjau dan duri. Sekiranya ana tidak berhasil mengelak dari duri jalanan itu bererti ana sudah tewas, Izzati."
Izzati mengangguk mengerti.
"Dan ana doakan enti akan mampu mengelak. Sekiranya enti tidak berhasil, ana akan bantu enti mengalihkannya. Ana sentiasa ada buat enti."
"Allah juga sudah memadai," Nurul Fatini membenamkan pandangannya kepada Izzati.

Sunday 8 August 2010

Cerpen: Wanita Itu Bukan Milikmu


Faiz Huzaimi menghulurkan tangannya perlahan-lahan. Sedikit sahaja lagi Syarif akan jatuh ke bawah. Pautan tangannya sudah tidak kuat lagi. Gaung itu terlalu dalam. Sesiapa sahaja yang jatuh ke dalamnya sudah pasti tidak mampu diselamatkan lagi. Tangan Syarif menggenggam erat tangan Faiz Huzaimi. Syarif menggeleng perlahan menyatakan sudah tidak kuat lagi. Air mata Faiz Huzaimi perlahan merembes. Dia akan menyalahkan dirinya andai Syarif terlepas dari genggamannya. Faiz Huzaimi menarik rakannya itu dengan sepenuh tenaga. Hatinya bertekad untuk menyelamatkan teman baiknya itu. Syarif juga berusaha gigih untuk naik ke atas meskipun sudah tidak berdaya. Tubuhnya berjaya naik sedikit demi sedikit.

Akhirnya tubuh itu terlantar juga di atas tanah setelah berjaya naik ke atas. Faiz Huzaimi menarik nafas lega. Syarif sudah tidak bermaya. Mulutnya bagaikan dikunci erat akibat kepenatan tubuhnya yang berusaha naik tadi. Faiz Huzaimi memapah rakannya itu perlahan-lahan ke kereta. Berbekalkan kudrat yang masih tersisa, Syarif cuba untuk berjalan. Kira-kira setengah jam selepas Faiz Huzaimi memandu keretanya, mereka tiba di sebuah vila yang tersergam indah berdekatan kawasan perhutanan tadi. Syarif enggan dibawa ke hospital maka Faiz Huzaimi membawanya berehat di kamar.

Syarif perlahan-lahan baring di atas katil.Sepasang matanya ligat memerhatikan wajah cemas temannya itu. Sekuntum senyuman diukir perlahan di wajahnya.

“Faiz, terima kasih banyak kerana kau telah selamatkan aku tadi. Aku pun tidak tahu apa yang akan terjadi sekiranya…” bicara pemuda itu segera dipintas.

“Arif, kau tidak perlu berterima kasih dengan aku. Bukankah kita rakan? Senang bersama susah juga bersama,” Faiz Huzaimi tersenyum perlahan. Tangannya perlahan-lahan membalut luka di kaki Syarif akibat terlanggar batu besar yang menyebabkan dia terjatuh tadi. Lukanya agak parah juga namun Syarif enggan ke hospital. Katanya tidak mahu merosakkan kembara hutan yang telah dirancang mereka berdua.

“Faiz, aku terharu melihat kesungguhan kau selamatkan aku tadi. Kau memang sahabatku yang sejati,” Syarif menghela nafas panjang. Faiz Huzaimi hanya mampu tersenyum dan memanjatkan ribuan kesyukuran kepada Yang Esa kerana telah melindungi rakannya itu. Ajal maut itu di tangan Tuhan. Sekiranya masih belum tiba saatnya untuk seseorang itu pergi menghadap Illahi, maka waktu yang masih tersisa haruslah dipenuhi dengan amal soleh dalam jihad menuju ke arah keredhaan-Nya. Syarif memejamkan mata. Tubuhnya sudah tidak berdaya lagi. Kakinya terasa berdenyut-denyut. Akhirnya pemuda itu terlelap juga setelah beberapa lama memejamkan mata.

*******************************

“Cepatlah Faiz, kau ini masih temenung di jendela itu buat apa?” soal Syarif hairan sambil meggesa rakannya itu. Hari itu mereka sudah merancang untuk pulang ke Kulim. Kaki Syarif sudah mulai pulih. Kira-kira tiga minggu Faiz Huzaimi dan Syarif menetap di vila milik arwah ayah Syarif itu. Faiz Huzaimi mengalihkan pandangan menghadap Syarif.

“Aku hendak menghayati keindahan ciptaan Illahi, bukan selalu aku ke sini. Pemandangannya indah sekali seperti aku berada di dunia fantasi,” Faiz Huzaimi bercanda pada akhir ayatnya. Syarif tersenyum lantas mendekati rakannya. Syarif berdiri rapat di sebelah Faiz Huzaimi. Tangannya melingkari leher lelaki itu. Kedua-dua sahabat itu memang sudah rapat sejak sekolah menengah lagi. Kebetulan mereka juga menuntut di universiti yang sama maka sebuah persahabatan dan ukhuwah sudah tersemai kukuh dalam sanubari masing-masing.

“Hei, kau ini macam budak kecil baru dapat gula-gula,” Syarif menyakat. Faiz Huzaimi tertawa sedikit mendengarkan keletah sahabatnya itu. Mereka kemudiannya mengambil beg pakaian masing-masing. Syarif mendapatkan barang-barang yang mereka bawa untuk membuat kajian. Selama mereka masuk ke dalam hutan, alat-alat kajian terutamanya kanta pembesar akan selalu dibawa bersama. Mereka menjalankan kajian untuk menyiapkan tugasan yang diberi di samping menghayati dan menerokai kebanyakan tumbuhan liar di hutan yang telah diciptakan Yang Maha Kuasa. Jika diikutkan mahu sahaja mereka tinggal lebih lama lagi namun semester ketiga akan bermula tidak lama lagi.

Syarif memasukkan beg pakaiannya ke dalam kereta. Tiba-tiba matanya menangkap figura manusi dari kejauhan. Kelihatannya seorang wanita sedang mencari-cari sesuatu. Syarif menghampirinya untuk memastikan siapa atau apa yang sedang dicarinya. Syarif memberi salam lantas mengejutkan wanita tersebut. Syarif terpana. Sungguh indah sekali pesona wajah yang berada di hadapannya itu. Syarif memandang tidak berkelip. Faiz Huzaimi yang memerhati dari kejauhan lantas menghampiri. Rakannya seperti terpaku melihat wajah wanita tersebut.
“Cik cari siapa di sini?” soal Faiz Huzaimi apabila melihat wanita tersebut serta Syarif hanya mendiamkan diri. Faiz Huzaimi langsung tidak memerhatikan wajah wanita itu cuma sekadar sepintas lalu. Matanya juga sama sekali tidak bertentangan dengan wanita itu.

“Maaf, nama saya Sofea. Farah Sofea. Saya mencari Encik Syarif. Dia ada di sini?” soal wanita tersebut. Matanya juga menunduk. Faiz Huzaimi memandang Syarif. Syarif mengangkat keningnya. Hairan. Mengapa pula wanita yang bernama Sofea itu mencarinya?

“Oh, Syarif. Syarif…” bicara Faiz Huzaimi dipintas. Syarif menghentikan percakapan rakannya itu.

“Encik Syarif yang berada di depan mata Cik Sofea ini,” ujar Syarif sambil menunjuk kepada Faiz Huzaimi. Faiz Huzaimi terkejut. Syarif tidak mengaku bahawa dia memang Syarif. Syarif mengenyitkan mata kepada Faiz Huzaimi. Faiz Huzaimi tahu isyarat tersebut menandakan bahawa Syarif ingin meminta pertolongannya. Faiz Huzaimi berasa serba salah. Hendak mengaku salah, tidak mengaku nanti takut mengguris hati temannya.

“Ada apa ya Cik Sofea datang ke sini?” soal Faiz Huzaimi. Farah Sofea mengangkat muka sedikit untuk melihat wajah Faiz Huzaimi yang disangkanya Syarif itu.

“Panggil saya Sofea sahaja,” ujarnya ringkas. Tiba-tiba telefon bimbit wanita itu berbunyi. Farah Sofea menjawabnya. Setelah itu wanita berwajah mulus itu meminta diri dan langsung menghilang. Syarif menggaru-garu kepalanya yang tidak gatal. Hairan. Faiz Huzaimi menyinggung sikunya.

“Kenapa kau tidak mengaku kau Syarif?” soalnya sambil mengerutkan kening. Aneh dengan sikap temannya itu.

“Kau bukannya tidak tahu, aku ini gugup dengan perempuan. Lebih-lebih lagi yang cantik. Tergugat iman aku!” bicara Syarif sambil mengetap bibirnya. Faiz Huzaimi memandangnya berterusan. Wanita tadi juga aneh. Datang begitu sahaja dan pergi begitu sahaja.

“Sudahlah, ayuh pulang,” Syarif memegang lengan Faiz Huzaimi menyuruhnya memandu. Meskipun kakinya sudah pulih, tetapi dia masih tidak bersedia untuk memandu. Faiz Huzaimi masuk ke dalam kereta disusuli Syarif.

Sepanjang perjalanan pulang, Syarif yang lebih gemar berbicara. Faiz Huzaimi cuma mengikut sahaja perbincangan temannya itu. Setelah banyak bersuara, Syarif akhirnya terdiam sebentar. Penat barangkali. Faiz Huzaimi juga bersyukur kerana bicara rakannya itu membuatkannya sentiasa segar dan tidak mengantuk. Ada untungnya juga mempunyai teman yang baik dan peramah seperti Syarif. Melihatkan Syarif sudah habis isi perbualan, Faiz Huzaimi bersuara.

“Arif, kau pernah bercinta sebelum ini? Kenapa kau selalu gugup dengan perempuan ya?” soal Faiz Huzaimi cuba menyelongkar kisah rahsia temannya itu. Pada awalnya Syarif menafikan sahaja tetapi setelah lama didesak akhirnya pemuda itu berterus terang.

“Pernah. Waktu aku di sekolah rendah dahulu, aku ada minat pada seorang perempuan. Tetapi tidaklah sampai bercinta,” ujar Syarif. Bibirnya diketap.

“Tetapi mengapa pula kau gugup pada perempuan? Kau cuma boleh beri salam sahaja. Asal mula berbicara, kau tergagap-gagap.” Faiz Huzaimi benar-benar ingin tahu. Temannya itu memang bermasalah dengan semua wanita.

“Aku sebenarnya ada kisah silam, kisah gelap,” ujarnya dengan nada rendah. Faiz Huzaimi memandang wajah rakannya sepintas lalu lantas mengalihkan konsentrasi pada pemanduan. Kisah silam apa yang menghantui Syarif sehingga menyebabkan dia gugup pada wanita?

“Dulu aku tidaklah segugup sekarang apabila bercakap dengan perempuan, bahkan aku pernah meluahkan perasaan aku pada insan yang aku sukai dulu. Waktu itu aku berada di tahun enam. Ibu beri aku pilihan untuk masuk ke sekolah agama atau sekolah sains. Aku fikir jika perempuan itu sukakan aku, aku akan pergi ke sekolah sains sahaja kerana dekat dengan sekolahnya,” terang Syarif. Faiz Huzaimi setia mendengar.

“Tetapi malangnya dia menolak perasaan aku padanya. Aku memang sedih sekali waktu itu, jadi aku putuskan untuk masuk ke sekolah agama sahaja. Semenjak itu juga aku takut hendak bercakap dengan perempuan. Entah kenapa boleh jadi begitu,” Syarif melontarkan pandangannya ke luar tingkap. Faiz Huzaimi akhirnya mengerti.

“Itu cuma kisah lama. Cinta monyet. Kini aku sudah sedar cinta kita yang sesungguhnya hanya pada Illahi. Cinta antara dua insan itu merupakan jalan untuk mendapatkan keredhaan-Nya,” Syarif masih lagi terbawa-bawa dengan kisah silamnya. Persoalan demi persoalan sedang menari rancak di mindanya. Di mana wanita itu berada sekarang? Adakah wajahnya sudah berubah? Adakah dia masih mengingatinya? Syarif membiarkan sahaja persoalan-persoalan tersebut tersemat di hati.

******************************

Faiz Huzaimi tergamam. Syarif di sebelahnya juga terpana. Lelaki tua di hadapan mereka itu tersenyum sendirian. Faiz Huzaimi memandang Syarif. Syarif juga memandang Faiz Huzaimi. Mata Faiz Huzaimi membesar.

“Bagaimana Arif?” soalnya kepada Faiz Huzaimi. Faiz Huzaimi hanya terdiam membisu.

“Pak Cik tunggu jawapannya,” ujar lelaki tua tersebut berlalu pergi. Mulut Syarif sedikit ternganga. Tidak percaya dengan apa yang didengarinya. Syarif mengimbas kembali peristiwa tadi.

“Ha, anak ini nama Syarif bukan?” soal seorang lelaki tua sambil memegang bahu Faiz Huzaimi dari belakang. Faiz Huzaimi memandang Syarif. Syarif mengangkat bahu padanya menyuruh dengarkan sahaja.

“Ingat lagi Pak Cik? Ayah kepada budak yang pernah kamu sukai waktu di sekolah rendah dulu,” ujarnya. Syarif mengingat kembali. Otaknya ligat berfikir di manakah dia pernah menemui lelaki tua tersebut. Ternyata dia! Dahulu sewaktu gadis pilihannya menolak dirinya, ayah gadis tersebut menghampiri. Muka Syarif merah padam lantas berlalu pergi. Syarif memberi isyarat kepada Faiz Huzaimi supaya mengangguk.

“Pak Cik yakin kamu sudah jumpa anak Pak Cik, Farah Sofea di vila tempoh hari. Pak Cik yang menyuruh dia mencari kamu,” ujar lelaki itu lagi. “Sebenarnya Pak Cik hendak kahwinkan Arif dengan Sofea sebab tidak lama lagi Pak Cik akan ke luar negara. Lama juga. Pak Cik harap ada orang yang sudi menjaga puteri kesayangan Pak Cik,” panjang lebar lelaki itu menjelaskan.
Syarif masih lagi terpaku dengan berita yang disampaikan kepada Faiz Huzaimi tadi. Matanya kemudian menangkap kelibat Farah Sofea. Benarkah wanita itu…?

Syarif hendak segera mengejar Farah Sofea tetapi lengannya ditarik kuat. Faiz Huzaimi. Syarif memandang kembali pada tempat Farah Sofea berdiri tadi. Kosong. Syarif mengerutkan dahinya. Bibirnya diketap.

“Kenapa kau halang aku? Aku ada banyak perkara yang hendak dibicarakan dengannya, Faiz,” nada suara Syarif sedikit meninggi.

“Arif, kau perlu tahu, wanita itu bukan milikmu. Tempoh hari aku lihat matakau tidak berkelip memandangnya. Bukankah itu dosa? Jika kau mahu berbicara, ada baiknya kau berbicara dengan ayahnya sahaja. Seorang wanita itu hanya boleh berpergian bersama lelaki jika ada mahram yang menemani. Kau perlu memulakan perbincangan demi mendapatkan keredhaan Illahi,” jelas Faiz Huzaimi menyedarkan Syarif. Syarif menelan liur. Ada benar juga kata-kata sahabatnya itu.

“Masya Allah, Faiz! Aku salah. Terima kasih kerana kau menyedarkanku. Memang wanita itu bukan milikku. Aku harus menjaga keperibadian dan maruah wanita yang aku kasihi. Aku akan berbincang dengan ayahnya nanti dan terangkan apa yang berlaku. Aku harap kau doakan aku agar mereka tidak memarahi aku kerana menukar identiti dengan kau,” bicara Syarif. Wajahnya sedikit kesal. Seharusnya dia mengejar kasih Illahi, bukan kasih seorang wanita. Kasih Illahi itu melebihi segala-galanya. Dia cuma mampu berharap agar segalanya berjalan dengan lancar nanti.

***********************

Ramai orang yang datang ke kenduri perkahwinan hari itu. Syarif mengambil tempat di sebelah Faiz Huzaimi. Meja besar itu dikhususkan buat keluarga pengantin sebelah lelaki. Syarif memandang Faiz Huzaimi sambil tersengih-sengih.

“Tahniah ya Faiz!” ujarnya gembira. Faiz Huzaimi mengangguk perlahan. Farah Sofea yang anggun berbaju biru pengantin itu turut sama duduk di meja tersebut. Faiz Huzaimi dan Syarif sama-sama berpakaian kemas dan kacak. Hubungan mereka ibarat isi dan kuku. Tidak boleh dipisahkan. Syarif memerhati Farah Sofea. Faiz Huzaimi menundukkan pandangan. Malu.

“Abang Faiz, ibu di mana?” soal Farah Sofea kepada Faiz Huzaimi. Pagi tadi Faiz Huzaimi datang bersama-sama ibunya. Entah di mana pula ibunya menghilang.

“Sebentar lagi ibu datang,” ujar Faiz Huzaimi lembut. Matanya memerhati Syarif di sebelah. Ramai yang datang mengambil gambar mereka sewaktu acara makan itu.

“Aku tidak sangka kau yang kahwin dulu sebelum aku, tidak adil!” gurau Syarif. Faiz Huzaimi tertawa. Syarif mengalihkan pandangan pula kepada Farah Sofea. Tangan yang lembut itu dipegang. Semalam Farah Sofea sudah sah menjadi isterinya. Syarif akan berusaha sebaik mungkin untuk membina mahligai bahtera bersama isterinya tercinta.

Faiz Huzaimi termenung sebentar. Dia sudah dinaikkan pangkat di tempat kerjanya baru-baru ini. Ibu Syarif yang merupakan ibu angkat kepadanya juga telah mengahwinkan dia dengan seorang wanita cantik yang solehah. Anak teman baiknya. Faiz Huzaimi tahu pilihan ibu angkatnya itu mungkin adalah yang terbaik untuknya. Faiz Huzaimi memerhati Syarif di sebelah. Wanita yang dahulunya bukan milik Syarif sudah menjadi miliknya. Inilah kasih sayang dua insan yang bersemi berlandaskan redha Illahi. Sesuatu yang sangat dikejar untuk diharungi. Segalanya ketentuan Tuhan Sekalian Alam…

Friday 6 August 2010

Contest: Saya Mahu Template Comel!


http://kozumi.sepaku.net/wp-content/uploads/2010/08/contest-blog-budak-nakal.png




Blog Budak Nakal Akan mengadakan contest " Contest Saya Mahu Template COmel ! ! ! " di mana pada para pemenang akan mendapat hadiah istimewa khas dari pemilik blog Budak Nakal iaitu kozumi_ro.Cara menyertai contest ini amat mudah kerana para peserta hanya perlu copy dan paste Entry yang telah di sediakan.Untuk Maklumat lanjut tentang contest ini anda boleh mendapat keterangan di sini:-





http://kozumiro.blogspot.com/2010/08/contest-saya-mahu-template-comel.html




Read more: " Contest Saya Mahu Template COmel ! ! ! "
Under Creative Commons License: Attribution

Frekuensi Part 6

Hati Nurul Fatini resah gelisah. Macam mana pula Shahruddin boleh memasuki kelas yang sama ni? Shahruddin sedang duduk di hadapan Nurul Fatini. Nurul Fatini menghela nafas pendek. Tiba-tiba pen Shahruddin terpelanting ke belakang.

“Eh, macam mana la budak ni menulis?’ monolognya sendiri. Tangan Nurul Fatini secara automatik bergerak perlahan-lahan ingin mengutip pen tersebut. Shahruddin tersenyum. Dia mengucapkan terima kasih pada Nurul Fatini.

"Syukran jazilan ya Nurul. Ana doakan anti santiasa bersyajaah demi Islam," ujarnya lantas segera memalingkan muka ke hadapan semula. Syajaah? Kata-kata itu seperti pernah didengarnya sebelum ini. Kata-kata Imzad! Mengapa lelaki ini sering bertutur dan berbicara seperti Imzad? Gayanya juga persis Imzad. Bahkan, dia sudah menggunakan kata ganti diri ana.

"Bersungguh-sungguh sekali tadi anti mempertahankan maruah anti di depan Siti," Imzad menyuarakan pendapatnya. Nurul Fatini mengetap bibir. Dia memang tidak mencuri hasil kerja Siti Zubaidah namun mengapa dia yang dituduh?

"Itulah, ana pun kagum lihat Nurul tadi," Hafizah juga bersuara. Hari ini Nurul Fatini memang lain daripada lain. Suatu aura terpancar pada dirinya tadi.

"Imzad, salahkah ana mempertahankan yang benar? Anta percaya kan ana tidak akan mencuri hasil kerja Siti?" Nurul Fatini ingin tahu.

"Tidak, sebenarnya itulah syajaah," Imzad bebicara lembut. Sering membiarkan sesiapa yang mendengar tertanya-tanya.

"Apa maksud syajaah? Ana tak pernah dengar pun?" soal Hafizah langsung tidak mengerti.

"Syajaah tu ertinya sanggup berjuang dengan penuh kesabaran mempertahankan agama, diri, akal, keturunan, harta benda, negara, maruah dengan kekuatan fikiran, harta benda, tenaga dan jiwa," terang Imzad. Nurul Fatini dan Hafizah akhirnya mengangguk faham.

"Padan muka si Siti itu. Selalu sahaja dengki terhadap anti!" ujar Hafizah. Mereka kemudiannya tertawa.